Sering Sakit? Mungkin Ini Sebabnya



‘Kok aku sering sakit ya? Padahal supplemenku juga gak murah,’ ujarnya suatu ketika. Saya prihatin menatapnya. Secara fisik orang yang berdiri di hadapan saya memang tak terlihat lebih ringkih dari saya. Bukan rahasia lagi, semua orang tau ia adalah seorang yang bisa dibilang ‘freak’ kalo urusan kesehatan. Semua ada aturan. Olahraga, makan, minum, supplemen, sampe (maaf) buang air pun rutin terjadwal. Ibarat kata kalo orang lain saat hujan bisa cuek hujan-hujanan, dia sebaliknya, ribet sama payung-lah, jas hujan-lah, mantel-lah, apa saja asal tubuh terjaga. Ironisnya, semakin menjaga kesehatan malah semakin gak sehat ujung-ujungnya.


Semua berawal dari pikiran

Saat merenungi keluhan teman itu kemarin, sepanjang perjalanan pulang saya coba menelaah kembali, saya-dia, apa ya bedanya. Untuk urusan kerjaan mungkin tensitas pekerjaan dia dan saya hanya seujung kuku bedanya. Tapi mungkin cara kami menyelesaikan pekerjaan itu yang sangat jauh berbeda. Tiap orang punya stress-nya masing-masing dalam menghadapi setumpuk tugas rutin, dan saya mungkin satu tipe yang kalo ritme pekerjaan sedang tinggi suka ‘autis’ sendiri. Saat bergumul dengan pekerjaan hari-hari, sebanyak mungkin saya berhenti melontarkan komplin. Ingat pesan ibu, kalo suka mengeluh nanti rejekinya jauh. Ini pepatah gampang namun sekaligus yang paling susah untuk dilakukan. Intinya satu, kuasai diri. Semuanya berawal dari yang kita pikirkan.

Ambisi (nggak selalu seperti Rossi)

Seperti layaknya saat berkendara di jalan raya, tak pernah sekalipun terlintas di pikiran saya untuk selalu menjadi yang terdepan seperti Valentino Rossi. Seorang teman kalo di jalanan mendadak bisa jadi kayak jagoan. Pernah saat dibonceng sepanjang perjalanan saya hanya bisa melantunkan doa selamat supaya dijauhkan dari mara bahaya. Ngeri nyetirnya! Mau protes sungkan, mau ngepruk helm-nya juga gak mungkin, bisa diturunin di jalan saya. Dari caranya menyetir satu pertanyaan saya, ‘emang gak capek ya harus nyetir sambil ngotot gitu terus-terusan?’ Kalo toh ada pengendara lelet di depan, apa ya harus ditendang juga rodanya biar dia dapet jalan? Dih, di jalan raya aja kok nggak bisa bahagia ya? Ngamuk-ngamuk mulu. Tekanan darah bisa naik terus kalo gitu.
Itu Rossi, apa bedanya sama ambisi? Sebelas dua belas. Jadi manusia tanpa ambisi itu salah ya? Tidak kok. Hanya saja bisa diatur waktunya. Nggak selamanya loh pengacara handal itu selalu menang. Bisa kalah juga. Dan kebanyakan pengacara tau kapan saat ia akan kalah dan sebaliknya kapan akan menang. Semua tergantung amunisi yang dipegang. Ambisi-Rossi-pengacara, pelajari baik-baik dimana kata kuncinya.

Jangan rewel (terima saja)

Seorang teman pernah uring-uringan gara-gara ibu kantin menambahkan sesendok kuah soto ke atas nasinya. Sepanjang menerima piring nasi dan mangkok soto ia terus mengomel dan mengeluh karena tak terbiasa makan soto dengan banyak kuah berlimpah (loh). Saya yang berada di sebelahnya bersama ibu kantin itu hanya bisa ndomblong menatap wajah cantiknya. Rewel sekali. Hanya gara-gara kelebihan kuah dan ia tak bisa menikmati makan siangnya? Padahal kuah soto dia dan saya sama rasanya. Cuma masalah selera. Salah siapa? 

Banyak dari kita yang suka bawel jika ada hal-hal yang terjadi di luar keinginan kita. Hei, hidup tak sepenuhnya ada di tangan kita sendiri, begitu banyak orang berdiri di sekeliling yang juga memegang kendali. Artinya apa, ada hal-hal yang kadang bisa berjalan di luar ekspektasi. Hal-hal yang seketika membuat darah kita menaik tinggi, tapi mengeluhkan hal itu sepanjang hari? Emang mau terus begitu? Saya sendiri juga masih harus banyak belajar mengendalikan diri untuk tak meributkan hal-hal kecil yang terjadi diluar keinginan. Saat saya belajar untuk menerima, segalanya kok jadi lebih mudah. Menerima di sini tidak berarti bersikap pasrah trus apatis sama segalanya loh ya. Beda.

Intinya begini, hidup ini random jalannya. Ada hal-hal buruk yang bisa menimpa orang-orang baik, demikian sebaliknya. Life is full of surprises. Saat harus mendapati hal yang berjalan diluar kendali, ada baiknya untuk menerima. Terima dulu. Jangan menolak buru-buru. Percuma. Hanya menguras energi kita saja bisanya. Setelah menerima barulah kita bisa memikirkan dan mengambil langkah berikutnya. Mudah? Kelihatannya begitu ya, tapi coba benar terapkan saat menghadapi masalah, kita mungkin akan terbebas dari pikiran-pikiran yang menyesatkan. Balik lagi, pikiran yang sehat akan membuat tubuh bereaksi sehat juga. Ingat pepatah ‘unhealthy mind, even in a healthy body, will ultimately destroy your health.’ Nah loh.

.
karbon tulisan saya di Kompasiana
.

Komentar