cerpen leilla : offline

lila melempar tasnya begitu saja. lelah bergelayut dipundaknya.
hari yang berat. segelas air sedikit melegakan tenggorokannya.

bib.. laptop menyala.

kemana kau, bim?

akun itu menunjukkan status offline.
tak masalah, bukankah seseorang masih bisa mengirim pesan sekalipun tidak sedang online?

apa kabar, bim?
kenapa tak kau balas pesanku kemarin? minggu lalu?
kau sibuk?
belakangan aku juga sangat sibuk
entah kenapa semua pekerjaan ini hampir membuatku gila

masih ingat mita?
ya, yang selalu kau bilang parasit itu
hari ini ia kembali berulah
geez, how can she be so stupid?
tak pernah mau aku memaafkannya


lila menoleh. ketukan pintu menghentikan jemarinya.

talk to you later, bim
ada tamu.. bye now..

"lila, tadi seseorang mencarimu," bu Wanti pemilik kos tersenyum ramah.
"oya, siapa, bu?"
"ibu juga nggak tau, nggak pernah ke sini rasanya. namanya wisnu. bukan temankah?"
lila menggeleng. "ada pesan, bu?"
"tidak. hanya saja orang itu benar-benar ingin bertemu secara pribadi denganmu. ini nomor handphonenya. dia bilang hubungi kapan saja kau bisa."
lila menerima lembar kertas itu. bukan nomor yang familiar di ingatannya.

lila mengangguk. "terimakasih, bu." dan menutup pintu.

siapa?

lila meletakkan kertas itu diatas meja. satu hal yang ingin ia lakukan saat ini adalah berendam dalam genangan air hangat. untuk meredakan gejolak dalam dadanya. meredakan sedikit kegalauan dalam hatinya.

***

jam 11 malam. mata lila tak juga dapat terpejam.
indikator baterai laptopnya sudah mati.
bima..

tanda kekuningan messengernya menyala!
ya tuhan, bima..

belum tidur, bim?

sedetik.. dua detik.. lima detik..
bima tak juga menjawab

bim?
ingin ditekannya tombol buzz. tapi diurungkannya.
jam sebelas malam, bukan langkah bijak bila harus mengejutkan orang.

kemana kau, bim?
belum lagi selesai berpikir, akun bima mendadak offline.
lila tercekat. tak dapat mempercayai apa yang dilihatnya.

bima?
matanya mulai berkaca. sebentar kemudian benar-benar tumpah airmatanya.
kenangan bertahun lalu muncul kembali di benaknya.

belum pernah sekalipun lila mencintai seseorang sedemikian besarnya.
cinta yang salah.
mencintai orang yang salah.
bima tak pernah tercipta untuknya.

tak penting lagi bagiku mencintai siapa. 
ini masa depanku, la. pekerjaan ini penting bagiku.
jangan berharap lebih dariku. 
aku tak yakin bisa membahagiakanmu. 
paling tidak kita tetap bisa berteman, bukan?

lila terisak.
kau tak tau betapa hancurnya perasaanku, bim.
berteman? tentu saja kita bisa selalu berteman.
apa saja bisa asalkan membuatmu bahagia.
kebahagiaanku tak penting. asal melihatmu tertawa itu sudah sangat membuatku lega.

***

"kau lila?" seseorang tiba-tiba datang mendekatinya.
lila tertegun melihat sosok di depannya.
"anda siapa?"
"maaf, perkenalkan, saya wisnu."
"saya tidak mengenal anda, maaf." hanya itu. lila beranjak pergi.
"lila, ada yang harus aku sampaikan. ini tentang bima."
langkah lila terhenti. bagaimana mungkin seseorang yang tak dikenalnya tiba-tiba muncul didepannya dan menyebut nama bima.

"bisa kita duduk di sana."
lila menurut. ada sebuah bangku kosong di bawah pohon rindang sana. taman ini bila menjelang senja rasanya seperti sebuah surga kecil.  suasananya tenang. bila sedang kesal, lila suka berdiam diri di bangku itu.

"katakan." lila tak sabar. mengapa ia harus mendengar seseorang yang bahkan tak dikenalnya?
lelaki itu mencoba tersenyum. ada kepedihan di matanya.

"aku dan bima satu kantor, kami juga berbagi apartemen bersama."

apa perlunya cerita ini untukku?

"kami bersahabat dekat. segala sesuatu tentang bima, aku tau semuanya."
"lalu apa hubungannya denganku? jangan berbelit-belit. aku tak punya banyak waktu." lila mendengus kesal.

"bima mencintaimu."
lila terperangah menatapnya.

"akhir-akhir ini bima berkata bahwa ia sangat mencintaimu. tak pernah ditemukannya seorang yang begitu perhatian sepertimu."
"hentikan! omongan sampah apa ini?" mata lila hampir saja basah oleh airmata.
apa hak orang ini berkata bahwa bima sedemikian mencintainya? lila bangkit berdiri.

"tunggu. lila. sebentar. aku hanya ingin menyampaikan ini." lelaki itu mengeluarkan kotak kecil berwarna hitam dari sakunya.
"bima membeli ini seminggu sebelum ia meninggal. didalamnya sebuah cincin bertuliskan nama kalian. rencananya minggu ini ia akan melamar."
"messenger yang kau lihat online itu, aku yang menyalakannya."

pandangan mata lila mulai samar.
dan semuanya menjadi tak penting lagi sekarang.


jangan lambungkan aku ke nirwana
bila akan terluka pada akhirnya


Komentar